Usaha Kecil : Kekuatan dan Kelemahannya

Widgets

Sebagai sambungan dari artikel pendahulu tentang definisi dan kriteria usaha kecil yang dapat dilihat disini. Maka ada baiknya perlu diketahui juga mengenai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh usaha kecil sebagai tulang punggung bagi perekonomian nasional. 

1. Kekuatan Usaha Kecil

Usaha kecil memiliki beberapa kekuatan khususnya dalam menghadapi kompetisi dengan usaha-usaha bermodal besar, antara lain :

• Sangat padat karya dan persediaan tenaga kerja di Indonesia masih sangat besar, mengikuti laju pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja yang rata-rata pertahun masih tinggi. Sehingga upah nominal tenaga kerja khususnya dari kelompok berpendidikan rendah di Indonesia masih sangat murah.
• Banyak membuat produk-produk sederhana yang tidak memerlukan pendidikan formal yang tinggi; melainkan keahlian khusus lewat sumber-sumber informal dan penggunaan teknologi yang masih sangat sederhana.
• Membuat produk-produk yang bernuansa kultur seperti kerajinan dari bambu dan rotan ataupun ukiran dari kayu atau tenun kain seperti ulos yang pada dasarnya merupakan keahlian dari masing-masing daerah.
• Kegiatan industri kecil maupun industri rumah tangga di Indonesia pada umumnya masih bersifat agricultural based, sehingga pada umumnya kelompok industri tersebut lebih banyak menggunakan bahan baku dan bahan penolong lokal, atau tingkat ketergantungan terhadap bahan impor masih rendah.
• Struktur usaha kecil yang nyaris tidak terbirokratisasi memungkinkan secara cepat menangkap informasi secara tepat mengenai variasi produk dan pelayanan karena posisinya yang dekat dengan pelanggan dan pasar.

2. Kelemahan Usaha Kecil
Adapun masalah-masalah yang menjadikan kelemahan bagi usaha kecil adalah sebagai berikut :

a. Permodalan

• Suku bunga perbankan masih tinggi, sehingga para pengusaha kecil kesulitan dalam melunasi kreditnya.
• Informasi sumber pembiayaan dari lembaga keuangan non bank yang masih kurang baik informasi tentang jenis sumber pembiayaan, persyaratan maupun pengajuannya.
• Sistem dan prosedur kredit dari lembaga keuangan bank maupun non bank yang rumit dan lam, selain waktu tunggu pencairan kredit yang tidak pasti.
• Kurangnya informasi bagi usaha kecil mengenai standar proposal yang layak dan sesuai dengan kriteria perbankan.
• Kurangnya pemahaman perbankan mengenai  kriteria usaha kecil dan penilaian kelayakan usaha sehingga jumlah kredit yang disetujui sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan usaha kecil.

b. Pemasaran

• Bargaining power pengusaha kecil dalam berhadapan dengan pengusaha besar selalu rendah, terutama bila berkaitan dengan penentuan harga dan sistem pembayaran, serta pengaturan tata letak produk usaha kecil di departemen store dan supermarket.
•  Asosiasai pengusaha atau profesi belum berperan dalam mengkoordinasi persaingan tidah sehat antara usaha sejenis.
• Kurangnya informasi mengenai memasarkan produknya di dalam maupun di luar negeri.

c. Bahan baku

• Supply bahan baku kurang memadai dan berfluktuasi, baik dikarenakan kebijakan ekspor dan impor yang berubah-ubah, pembeli besar yang menguasai bahan baku, keengganan pengusaha besar untuk membuat kontrak dengan pengusaha kecil.
• Harga bahan baku masih terlalu tinggi dan berfluktuasi karena struktur pasar bersifat monopolistrik atau dikuasai penguasaha besar.
• Kualitas bahan baku rendah, antara lain karena tidak adanya sistem standarisasi dan adanya manipulasi kualitas bahan baku.
• Sistem pembelian bahan baku secara tunai menyulitkan pengusaha kecil, sementara pembayaran penjualan produk umumnya tidak tunai.

d. Teknologi

•  Tenaga kerja terampil sulit diperoleh karena lembaga pendidikan dan pelatihan kurang dapat menghasilkan tenaga terampil yang sesuai dengan kebutuhan usaha kecil.
• Akses informasi sumber teknologi masih kurang dan tidak merata sedangkan upaya penyebarluasannya masih kurang gencar.
• Spesifikasi peralatan yang sesuai dengan kebutuhan (tepat guna) sukar diperoleh.

e. Manajemen

• Pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan usaha sulit ditemukan, antara lain karena pengetahuan dan managerial skill pengusaha relatif rendah. Akibatnya pengusaha belum mampu menyususn strategi bisnis yang jelas.
• Pemisahan antara manajemen keuangan perusahaan dengan keluarga belum dilakukan, sehingga mengalami kesulitan dalam mengontrol atau mengatur cash flow, serta dalam membuat perencanaan dan laporan keuangan.
•  Kemampuan pengusaha dalam mengorganisasikan diri dan karyawan masih rendah, sehingga terjadi pembagian kerja yang tidak jelas dan sering pengusaha bertindak "one man show".
• Pelatihan tenaga manajemen dan berbagai instansi kurang efektif, karena materi yang terlalu banyak tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan, serta tidak ada kegiatan pendampingan paska latihan.

f. Birokrasi

• Perijinan tidak transparan, mahal, berbelit-belit, diskriminatif, lama dan tidak pasti, sering terjadi tumpang tindih vertikal (antara pusat dan daerah) dan horizontal (antar instansi di daerah).
• Pengusaha kecil dan asosiasi usaha kecil kurang dilibatkan dalam perumusan tentang kebijakan usaha kecil.
• Pungutan atau biaya tambahan dari dalam pengurusan perolehan modal, dari dana penyisihan laba BUMN dan sumber modal lainnya cukup tinggi.
• Mekanisme pembagian kuota ekspor tidak mendukung usaha kecil untuk mampu mengekspor produknya.
• Banyak pungutan yang seringkali tidak disertai dengan pelayanan yang memadai.

G. Infrastruktur

• Listrik, air dan telepon bertarif mahal dan sering mengalami gangguan di samping pelayanannya yang belum maksimal.
• Kurang dilengkapi dengan prasarana yang memadai seperti jalan, listrik, telepon, air, serta fasilitas penanganan limbah dan gangguan.

H. Kemitraan

• Kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar dalam pemasaran dan sistem pembayaran baik produk maupun bahan baku, dirasakan belum bermanfaat.
• Kemitraan antara usaha kecil dengan sejumlah usaha menengah dan besar dalam transfer teknologi masih sangat kurang.